Setiap 21 April, Indonesia memperingati hari Kartini sebagai pahlawan nasional yang bukan sekadar simbol emansipasi, tetapi cerminan pemikiran kritis dan keberanian bersuara. Di abad ke-21 ini, semangat Kartini tetap hidup di berbagai ruang yang terus bergerak maju dengan caranya masing-masing.
Kartini Masa Kini: Perempuan yang Berkarya di Banyak Ruang
Perempuan Indonesia masa kini berkarya dalam spektrum yang jauh lebih luas. Di bidang seni, nama-nama seperti Niki Karima sebagai ilustrator yang mengangkat isu sosial-politik, atau sineas Kamila Andini dengan film-film yang mengeksplorasi isu perempuan dan anak, menunjukkan bagaimana kreativitas menjadi medium penting untuk menyuarakan gagasan.
Enggak kalah penting, kiprah perempuan di tingkat akar rumput juga hidup di berbagai wilayah. Misalnya, di Lombok ada komunitas penenun yang digerakkan perempuan desa setempat. Sementara itu, Yogyakarta punya Rumah Baca Perempuan yang menjadi ruang diskusi literasi dengan mempertemukan perempuan lintas usia dan latar belakang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Hari ini kita juga menyaksikan perempuan mengambil peran di ruang-ruang yang dulunya tertutup atau dianggap “bukan tempat perempuan”. Dari perempuan nahkoda kapal, pilot, hingga pemimpin startup teknologi, kini batasan-batasan tersebut sudah tak lagi relevan. Meski tantangan tetap ada, ruang-ruang baru ini menjadi bukti bahwa perjuangan Kartini terus berlanjut dengan bentuk yang beragam.
Merayakan Hari Kartini Lewat Karya dan Komunitas
Perayaan Hari Kartini kini mengambil bentuk yang lebih kreatif dan substansial. Kolaborasi seni lintas disiplin menjadi salah satu cara bermakna untuk memperingatinya. Contohnya adalah proyek “Kartini Bersuara” yang mempertemukan seniman visual, penulis, dan musisi untuk menginterpretasikan surat-surat Kartini dalam konteks kekinian.
Pameran karya perempuan juga semakin banyak diselenggarakan menjelang Hari Kartini, mulai dari pameran lukisan, fotografi, hingga desain produk. Diskusi publik tentang peran dan suara perempuan lokal juga marak digelar, baik untuk topik gender maupun topik-topik yang lebih spesifik seperti perempuan dalam ekonomi digital, literasi keuangan, kepemimpinan perempuan.
Kartini, Kebaya, dan Representasi yang Lebih Luas
Perdebatan tentang “Haruskah mengenakan kebaya di Hari Kartini?” terus bermunculan setiap tahunnya. Kebaya memang telah menjadi simbol yang kuat, tapi terkadang mereduksi makna peringatan Hari Kartini itu sendiri.
Kebaya memang memiliki nilai historis yang penting, tetapi ketika menjadi beban simbolik yang mengalihkan perhatian dari esensi perjuangan Kartini, kita perlu memikirkan ulang makna perayaan ini.
5 Sosok Perempuan Inspiratif yang Menghidupkan Semangat Kartini Hari Ini
Perjuangan Kartini masih hidup hingga hari ini karena diteruskan oleh sosok-sosok inspiratif yang berkarya di berbagai bidang. Berikut beberapa nama yang mungkin pernah kamu kenal.
1. Penulis lokal yang bersuara tentang isu sosial
Intan Paramaditha hadir sebagai penulis yang berani mengangkat tema-tema “tabu” di Indonesia. Melalui kumpulan cerpen “Sihir Perempuan” dan novel Gentayangan, dia mengeksplorasi tema politik tubuh, mobilitas, dan ketimpangan gender. Sebagai akademisi dan penulis, Intan tak hanya berkarya di Indonesia tapi juga membawa perspektif Indonesia ke panggung global. Karyanya menunjukkan bahwa sastra bisa menjadi senjata ampuh untuk membongkar struktur patriarki dan kolonialisme yang masih mengakar.
2. Pengusaha UMKM perempuan di daerah
Helianti Hilman, pendiri Javara Indigenous, memulai perjalanannya dari keprihatinan akan nasib petani dan pengrajin lokal. Dia mengembangkan bisnis yang menghubungkan produk pangan lokal berkualitas ke pasar premium sekaligus memberdayakan komunitas lokal. Javara kini bekerja dengan lebih dari 50.000 petani di seluruh Indonesia dan mengekspor ke lebih dari 20 negara.
3. Aktivis komunitas literasi atau pendidikan
Nila Tanzil bukan sekadar mendirikan perpustakaan. Melalui Taman Bacaan Pelangi, dia telah membuka lebih dari 100 perpustakaan anak di 18 pulau di Indonesia Timur. Karena ia sudah membuka banyak perpustakaan, Nila sering berpindah dari Jakarta ke daerah-daerah terpencil untuk memastikan program berjalan dengan baik. Dia percaya bahwa akses terhadap buku adalah hak setiap anak, terlepas dari di mana mereka tinggal.
4. Seniman/ilustrator yang mengangkat isu gender
Elicia Edijanto menggunakan medium cat air untuk menciptakan karya-karya yang menggambarkan hubungan antara perempuan, anak-anak, dan alam. Dengan palet monokromatik yang minimalis, karya-karyanya menampilkan kerentanan sekaligus kekuatan yang dimiliki subjeknya. Elicia sering menggambarkan anak perempuan kecil berinteraksi dengan hewan-hewan besar, seperti gajah atau beruang. Elicia menunjukkan bahwa seni bisa menjadi bahasa universal untuk mengomunikasikan kondisi dan pengalaman perempuan yang sering diabaikan.
5. Perempuan muda yang memulai gerakan sosial digital
Kamilah Muuttaqien, dengan platform “Perempuan Berkisah”, telah menciptakan ruang aman digital bagi ribuan perempuan Indonesia untuk berbagi pengalaman tentang pelecehan, kekerasan, dan diskriminasi yang mereka alami. Platform ini bukan sekadar tempat bercerita, tapi juga menyediakan jaringan dukungan dan advokasi hukum ketika dibutuhkan.
Berawal dari akun media sosial sederhana pada 2019, kini Perempuan Berkisah telah berkembang menjadi komunitas dengan ribuan anggota aktif. Kamilah sendiri sering berbicara di forum-forum nasional dan internasional tentang pentingnya ruang aman digital bagi perempuan. Yang membuat gerakannya unik adalah pendekatan yang mengedepankan solidaritas dan dukungan kolektif.
Merayakan Hari Kartini adalah tentang mengenali keberagaman cara perempuan Indonesia berkontribusi dan bersuara, bukan sekadar ritual tahunan. Kartini pasti lebih senang melihat perjuangannya dilanjutkan dengan berbagai cara kreatif yang sesuai dengan tantangan zaman kini. Nah, supaya kamu bisa terus up-to-date dengan informasi terkini untuk melanjutkan semangat Kartini, follow Instagram @katalokal.id, ya!